Oleh Drs.St.Mukhlis Denros
Soal akhlak termasuk soal yang sangat penting dalam agama Islam karena begitu hebatnya sehingga besar pengaruhnya terhadap iman seseorang, Nabi bersabda, ”Sesempurna-sempurna orang yang beriman imannya, ialah yang lebih baik akhlaknya” [HR. Turmuzi]. Artinya iman tidak bisa menjadi sempurna kalau tidak disertai akhlak yang mulia, sehingga seorang mukmin belum dianggap sempurna imannya kalau akhlaknya tidak baik. Dengan akhlak baik, apapun yang dilakukan sekalipun membangun fisik kehidupan peradaban dunia akan menghasilkan bangunan yang mampu bertahan sekian tahun.
Akhlak tersebut juga hampir sama dengan budi pekerti, etika, moral dan tata susila, sebenarnya akhlak tidaklah identik dengan semua itu karena orang yang berakhlak bertaggungjawab kepada Allah sebagai sumber hukum, sedangkan budi pekerti dan pertanggungjawabannya kepada manusia. Terlepas dari perbedaan tersebut bila seseorang telah berakhlak berarti telah melaksanakan tugas kehidupan di tengah masyarakat dengan pedoman ajaran yang diwahyukan Allah dan bertanggungjawab kepada-Nya. Karena akhlak memegang peranan penting dalam segi kehidupan maka dapat dijadikan ukuran sampai dimana tinggi rendahnya pribadi seseorang, sehingga pembinaan akhlak penting bagi kehidupan manusia, Rasulullah bersabda, ”Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” [HR. Ahmad].
Ada empat akhlak mulia yang kita bahas pada kesempatan ini yaitu;
- Niat yang Ikhlas
Amal walaupun banyak akan hancur sia-sia bila dilakukan dengan tidak ikhlas karena Allah, sebagaimana peristiwa Hijrah dan berjuang dalam peperangan membela agama Allah akan bermakna kecil bahkan akan hilang seluruh pahala pengabdian dan pengorbanan bila berhijrah atau berjihad karena mengharapkan balasan dunia. Rasulullah bersabda,
”Sesungguhnya segala perbuatan bergantung kepada niatnya, dan sesungguhnya tiap orang memperoleh sesuatu sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang Hijrahnya itu ialah kepada Allah dan Rasul-Nya dan barangsiapa yang Hijrah karena dunia atau untuk mengawini seorang wanita maka hijrahnya ialah ke arah yang ditujukannya itu”.
Seorang muslim itu harus menyerahkan seluruh kehidupannya kepada Allah sehingga sempurnalah pengabdiannya;
“Katakanlah : Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam” [Al An’am 6;162].
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu” [Al Baqarah 2;284]
- Muraqabatullah ; Pengawasan Allah
Allah selalu menyertai dan bersama makhluk-Nya dalam situasi dan kondisi bagaimanapun juga, ini adalah pengawasan yang efektif untuk menjaga kelangsungan amal dan istiqamahnya iman, keyakinan ini akan menjauhkan seorang mukmin dari praktek kotor dalam seluruh aspek kehidupannya.
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali dia sendiri, dan dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfudz [Al An’Am 6;59]
Muraqabatullah membangkitkan sifat ihsan dalam seluruh aktivitas, baik ada orang ataupun tidak ada orang yang melihatnya. Kualitas kerja dan kedisiplinan tidak terpengaruh oleh orang lain
Dikisahkan : Suatu malam Umar pun pergi keliling kampung, dia mendengar percakapan seorang putri dengan ibunya,”Nak kita campur saja susu ini, biar kita mendapat keuntungan yang banyak”, sang putri menjawab,”Jangan ibu, nanti Khalifah tahu bagaimana?” sang ibu menyanggah,”Mana ada Khalifah yang berkeliaran tengah malam ini, enaklah dia istirahat di istananya”, sang gadis langsung menyela pembicaraan ibunya,”Wahai ibu, mungkin saja khalifah Umar tidak tahu apa yang kita lakukan tapi bagaimana Allah, bukankah Dia juga tahu apa yang kita lakukan?” mendengar itu Umar tidak kuasa, langsung dia pulang, pagi harinya dia utus seseorang untuk menjemput tuan putri lalu dinikahkan dengan anaknya yang bernama Aslam, dari pernikahan inilah maka lahir generasi terbaik pada abadnya yaitu Umar bin Abdul Azis yang kelak jadi khalifah juga.
- Muhasabatunnafs ; Introsfeksi diri
Mengoreksi kesalahan diri sendiri tidaklah semudah bila kita mengoreksi kesalahan orang lain, padahal sikap ini mendatangkan keuntungan bagi kesucian jiwa. Kalau kita bisa melihat kesalahan dan dosa orang lain sebenarnya kesalahan dan dosa kitapun terlalu banyak untuk dinilai. Taubatpun mengajak kita untuk mengakui kesalahan kita kepada Allah agar taubat itu betul-betul dikabulkan yaitu penyesalan atas semua kejahatan yang telah dikerjakan dimasa lampau, dan berusaha meninggalkannya, kemudian berjanji untuk tidak mengulanginya dihari yang akan datang. Tidaklah taubat seseorang dikatakan benar sehingga dia merasa sedih dan menyesali semua kejahatan yang telah dikerjakannya, yaitu penyesalan yang disertai dengan perasaan sedih di hadapan Allah SWT.
Umar bin Khattab menyatakan, “Hasibu Anfusakum Qabla an Tuhasabu” hisablah dirimu sebelum kamu dihisab artinya seorang muslim itu harus selalu memeriksa dirinya sebelum kelak diperiksa oleh Allah. Manfaat dari introsfeksi adalah untuk memperbaiki kekhilafan masa lalu, untuk menyempurnakan kekurangan, menjauhkan sifat angkuh dan menatap masa depan yang lebih baik.
Dalam surat Al Qiyamah 75; 2-3 Allah berfirman;
“Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). Apakah manusia mengira, bahwa kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya”
Orang yang selalu melakukan muhasabah juga menyesal, bila ia berbuat kebaikan ia menyesal Kenapa ia tidak berbuat lebih banyak, apalagi kalau ia berbuat kejahatan tentu penyesalannya membuat dia sangat takut dengan balasan dari Allah yang tidak bisa dikompromikan.
- Tawakkal kepada Allah
Manusia sebagai makhluk yang serba terbatas, hanya mampu berusaha dan berdo’a sedangkan hasilnya diserahkan kepada Allah SWT. Inilah yang dimaksud dengan tawakal artinya menyerahkan segala ikhtiar kepada ketentuan-Nya.
Satu ketika datanglah seorang sahabat kepada Rasulullah, lalu beliau menanyakan prihal kedatangan sahabat tersebut. Dia datang dengan mengendarai ontanya dan onta itu dilepaskan demikian saja diluar tanpa diikat, katanya,”Saya tawakal kepada Allah”,mendengar jawaban demikian lalu Rasulullah menyatakan bahwa sikap demikian itu bukanlah tawakal,”ikat dahulu ontamu, lalu tawakallah”. Allah berfirman dalam surat Ali Imran 3;159
”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu, Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”
Dari Umar bin Khatthab, ”Saya pernah mendengar Rasulullah saw bersabda,”Andaikata kamu benar-benar bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan memberi rezeki kepadamu, sebagaimana dia memberi rezeki kepada burung yang keluar diwaktu pagi dengan perut kosong dan kembali diwaktu sore dengan perut kenyang” [HR.Turmuzi].
Ketika Nabi Muhammad Hijrah dan berlindung di gua Tsur, Abu Bakar sangat takut dengan keadaan itu, dia takut kalau persembunyian itu diketahui maka nabi Muhammad diperlakukan secara keji, tapi Rasul menenangkan suasana itu;
“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah Telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia Berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, [At Taubah 9;40].
Demikian empat pendidikan akhlak yang dicontohkan oleh Rasul dan para sahabatnya untuk jadi pelajaran bagi ummat ini, selain masih banyak akhlak yang harus dipedomani sebagai suri teladan bagi kita, dengan niat yang ikhlas maka amal-amal ibadah yang kita lakukan akan bernilai pahala disisi Allah, dengan muraqabatullah kita akan menjadi ummat selalu merasa dekat dan diawasi Allah dimanapun berada, melalui muhasabatunnafs kita selalu sibuk mengintrosfeksi diri sendiri sehingga lupa untuk melihat kesalahan orang lain dan dengan tawakkal kepada Allah maka kita akan menjadi ummat yang berbuat maksimal dalam ibadah dan muamalah sedangkan seluruh hasilnya diserahkan kepada Allah.
Referensi;
1.Al Qur’an dan terjemahannya, Depag RI, 1994/1995
2.Kumpulan Ceramah Praktis, Drs. Mukhlis Denros, 2009